PELOSOK NEGERI YANG KU KAGUMI, MAIWAL

Perjalanan satu tahun ini membawa saya ke banyak cerita. Salah satu periode berkesan di hidup saya. Periode menyenangkan di mana saya dituntut untuk menunjukkan kesiapan saya dalam melayani masyarakat. Istilahnya mengabdi, mengajar-mendidik putera-puteri penerus bangsa di pelosok negeri.


Seperti yang sudah saya ceritakan. Berulang-ulang. Saya harus tinggal jauh dengan orangtua. Belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri; mandiri, belajar budaya baru, belajar tentang makna hidup, tentang banyak hal. Awalnya tidak mudah. Tapi, sejauh apa yang sudah saya lakukan selama ini, semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Tidak ada kendala yang berarti. Yang ada hanyalah ucapan syukur yang selalu saya batin atau sesekali saya lisankan untuk hidup yang sudah saya dapatkan. Mengenal orang-orang baru, orangtua asuh, keluarga, teman, kebiasaan, adat, gaya bicara, semuanya, semua serba baru.

Dimana lokasi penempatan SM-3T?
Saya ditempatkan sendiri di kampung Maiwal, Desa Pintumas (Pindah Turut Masa), Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor. Kampung ini terletak persis ditengah-tengah wilayah kecamatan ABAD. Berada di tanah pegunungan-hutan yang berhawa sejuk dengan kondisi alam yang masih asri. Jumlah kepala keluarga di kampung ini sekitar 30 KK. Mayoritas bekerja sebagai petani kemiri. Kebanyakan dari mereka beragama Kristen Protestan, Islam, dan Katholik. Di kampung Maiwal terdapat tiga sekolah antara lain SD Negeri Maiwal sebagai sekolah tertua, kemudian TK-PAUD Holistik Integratif Negeri Maiwal, disusul SMP Negeri Maiwal, dan terakhir tempat saya mengajar, sekolah yang baru tiga tahun berdiri, SMA Negeri Maiwal. Sekolah-sekolah yang ada di kampung Maiwal merupakan sekolah utama anak-anak dari beberapa kampung seperti kampung Lakafeng, Lumafeng, Kafelulang, Orgen, dan Maimol yang memiliki jarak cukup jauh dari lokasi sekolah (kurang lebih 5-7km).


Bagaimana kondisi sekolah tempat bertugas?
Bangunan SMA Negeri Maiwal terletak sekitar 500 meter dari pemukiman penduduk, beralamatkan di Jalan Trans Maiwal-Buraga, jalan utama menuju desa Tribur (desa di ujung selatan pulau Alor). SMA ini dibangun di atas tanah seluas kurang-lebih 2 Ha, tanah pegunungan. Berdiri persis di tengah-tengah rimbunnya mamar (kebun) kemiri. SMA Negeri Maiwal didirikan pada bulan Juli 2013. Sejak tahun 2013 s.d sekarang memiliki jumlah siswa sebanyak 73 siswa yang terbagi atas enam rombel, yakni kelas X1, X2, XI IPA, XI IPS, XII IPA, dan XII IPS. Awalnya, pada tahun ajaran pertama 2013/2014 sampai awal tahun ajaran 2014/2015 SMA Negeri Maiwal masih meminjam/menumpang gedung SD Negeri Maiwal untuk proses belajar mengajar. Satu tahun berjalan, akhirnya SMA ini memiliki bangunan sekolah sendiri meskipun masih berupa gedung darurat berdinding balok kayu berlantaikan urukan tanah dan batu. Pada tahun 2016 ini, SMA Negeri Maiwal telah meluluskan siswa angkatan pertama sebanyak 18 siswa.

Lokasi sekolah dapat ditempuh dengan jalur darat menggunakan transportasi ojek (kendaraan roda dua) dari pusat kecamatan Alor Barat Daya yaitu Moru sekitar 1 jam perjalanan atau dari pusat kota kabupaten Kalabahi kurang lebih 2 jam perjalanan. Untuk sampai ke lokasi sekolah, dibutuhkan tenaga ekstra serta keahlian berkendara yang mumpuni karena kondisi jalan menanjak, menukik, bersebelahan langsung dengan dinding tebing serta jurang berkedalaman kurang lebih 500meter. Jalan menuju sekolah sebagian beraspal rusak, berlubang-lubang, sebagian lainnnya terbuat dari batu putih dan tanah merah.

Sekolah ini sedang berproses menjadi sekolah unggul, sekolah yang mampu menumbuhkan bibit-bibit baru yang berprestasi, berperilaku baik, mandiri, serta berdaya juang tinggi.

Apakah tinggal di Rumah Warga atau Mes Guru?
Kebetulan SMA Negeri Maiwal belum memiliki rumah dinas (Mes) khusus untuk para guru pendatang. Jadi, saya dititipkan oleh kepala sekolah (yang bertanggung jawab terhadap saya) tinggal bersama salah satu warga yaitu keluarga dari bapak Abdullah Djaha atau akrab dipanggil bapak Dullah. Keluarga ini berjumlah enam orang. Istri dari bapak Dullah, mama angkat saya disini, bernama mama Sita. Mereka memiliki empat orang anak diantaranya bernama dek Iwan, dek Maidi, dek Ardi, dan dek Tintin. Semua masih sekolah. Pekerjaan utama dari keluarga ini adalah tukang kayu dan tani kemiri.


Adakah kendala bahasa, makanan, atau hal lainnya?
Di Alor, bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan (saking banyaknya bahasa daerah, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa sehari-hari). Mulai dari orangtua paling tua sampai anak muda paling muda sekalipun, semua bisa berbahasa Indonesia. Yang membedakan bahasa Indonesia umum dengan bahasa Indonesia yang dipakai di Alor yakni hanya pada aksen nada pengucapannya saja yang terdengar agak keras meninggi serta pemotongan-pemotongan kata seperti "saya" menjadi sa, "sudah" menjadi su, atau kata "juga" yang dipotong menjadi ju. Untuk bahasa daerah, di kampung Maiwal menggunakan bahasa Abui, bahasa suku terbesar di Alor yaitu suku Abui.

Alhamdulillah saya tinggal bersama keluarga Muslim. Untuk urusan makan, saya juga tidak ada kendala. Tidak jauh berbeda, saya juga makan sayuran, seperti misalnya sayur pucuk daun labu, daun singkong, marungga (daun kelor), paria (pare), labu jepang (jipan) jantung pisang, kangkung, bayam, dan kalau pun saya sedang beruntung saya juga bisa menikmati ikan belo-belo, ikan matanggolo, tongkol, ikan pancing, cumi-cumi atau bahkan kepiting (jika ada warga yang memberi). Di Alor makanan yang paling susah dicari dan terbilang mahal yaitu telur dan ayam. Harga satu butir telur berkisar antara 3-4rb, sedangkan harga ayam bisa mencapai 100rb untuk setiap ekornya.


Bagaimana dengan listrik dan jaringan telepon?
Listrik aman, jaringan telepon setengah mati (*setengah mati merupakan ungkapan masyarakat Alor untuk menyampaikan rasa kesusahan/kesulitan yang berlebihan). Di Desa Pintumas, dari tahun 2014 listrik mengalir 24jam full. Bukan lagi dari genset atau tenaga surya. Meskipun demikian, belum semua warga bisa menikmati listrik tersebut. Sedangkan jaringan telepon, desa ini masih belum tersentuh (sebenarnya ada jaringan hanya saja harus mendaki gunung terlebih dahulu). Lokasi yang berada di tengah pegunungan dengan akses jalan relatif sulit, mengakibatkan desa ini sulit terjangkau tower jaringan.

(FYI : Di Alor, setiap penempatan memiliki plus minus masing-masing. Jika ditempatkan di pesisir maka jangkauan signal terpenuhi, listrik aman, makan ikan hampir setiap hari, tapi sayur susah. Sedangkan penempatan di gunung, listrik jarang, signal tdk ada, tp sayur mayur melimpah).

Hal-hal menarik apa saja yang didapat selama mengabdi?
Banyak hal menarik yang saya temui selama saya mengabdi, antara lain panggilan bapak guru yg melekat di diri saya oleh murid dan masyarakat, menjumpai ruang guru yang kadang sepi (seakan saya yang punya sekolah), siswa yang sering tidak berangkat sekolah karena membantu orang tua pergi ke kebun untuk memanen kemiri, menjumpai salah seorang siswa yang membawa kambing ke sekolah karena takut kambingnya tidak ada yang menjaga di rumah, beberapa kali menemukan ular melingkar di dalam ruang kelas, hingga melakukan upacara dan menjadi pembina upacara pertama setelah tiga tahun sekolah berdiri. Satu hal lagi, saya bertemu dengan beberapa kawan guru honor hebat yang secara ikhlas mengabdikan dirinya mengajar anak-anak daerah dengan segala keterbatasan, bahkan sampai rela mengenyampingkan kesejahteraan hidup mereka sendiri.


Untuk di masyarakat, saya juga sering mendapati sesuatu yang jarang saya lihat di kehidupam kota seperti gotong royong yang masih sangat kental (mulai dari pesta pernikahan, pembangunan rumah, dll), upacara adat, serta kesenian daerah yang masih dijaga dengan baik. Toleransi juga sangat kentara dari masyarakat Desa Pintumas. Di tempat ini pula, saya merasa selalu diutamakan dalam hal apapun, misalnya makan disetiap acara pesta, pasti saya diminta yg pertama. Hal lain yang cukup menarik dari perjalanan tugas saya di Maiwal yaitu pernah jembatan penghubung desa menuju kota roboh yang mengakibatkan saya kesulitan mendapatkan bahan kebutuhan di penempatan selama beberapa bulan.

Ada kesan atau pesan untuk pengajar SM-3T Angkatan berikutnya? 
SM3T pilihan tepat untuk meningkatkan level diri. Saya sangat bersyukur bisa lolos dan menjadi bagian dari keluarga ini. Selain sebagai batu loncatan dalam hal karir, meraih cita-cita, menjadi guru profesional, saya belajar berani, bertanggung jawab, serta mandiri. Belajar menjadi seseorang yang bisa sedikit berbagi, bermanfaat, menginspirasi, menjadi teladan untuk orang lain khususnya anak-anak didik saya (meskipun kenyataannya saya masih jauh dari semua itu). Berkesempatan mengenal Indonesia di bagian lain dan menyadari bahwa sesungguhnya negara tercinta ini memang begitu kaya akan budaya serta alam yang luarbiasa. Mengikuti SM3T merupakan salah satu keberuntungan dan kebanggaan terbesar selama hidup saya (sejauh ini).

Pesan saya untuk teman-teman semua yaitu jangan ragu untuk mengikuti program ini. Banyak orang beranggapan hidup di pelosok begitu menakutkan. Tapi secara tegas akan saya bantah pernyataan-pernyataan demikian. Di pelosok tak selalu mengerikan, banyak hal-hal menganggumkan bisa kalian dapatkan. Orang-orang yang begitu baik, tradisi atau budaya yang unik, serta pemandangan alam yang sangat menarik menjadi sesuatu yang patut untuk disyukuri. Pengalaman yang belum tentu semua orang bisa dapatkan bisa kalian dapatkan. Teaching, Learning, and Traveling! Siapkan mental, bulatkan tekad, dan jangan lupa memohon izin doa restu dari orangtua tercinta. Semangat Mencerdaskan Kehidupan Anak Bangsa! Salam MBMI!

Semoga bermanfaat. Ini hanya sekadar berbagi pengalaman saja.

2 $type={blogger} :

Subhanallah pasti pemandangan alam disana sangat inda, membuat diri kita sesungguh kecil di hadapan sang pencipta

June 28, 2016 at 6:26 PM comment-delete

Untuk pemandangan alam tdk diragukan lagi. Alam Alor begitu indah. Cek instagram sy @gissept

June 29, 2016 at 2:10 PM comment-delete

Post a Comment