Septin Gis Ferdiana, S.Pd. | CGP Angkatan 7
SMA Negeri 1 Cawas

Buatlah kesimpulan tentang apa yang dimaksud dengan ‘Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya’ dan bagaimana Anda bisa mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah.

Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya merupakan seorang pemimpin yang dapat menemukenali dan mengembangkan aset, potensi dan kekuatan yang ada dengan penuh tanggung jawab secara efektif dan efisien. Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya hendaknya berbasis kekuatan/Aset-Based Approach yang dimiliki sehingga dapat teroptimalkan. Adapun contoh implementasinya sebagai berikut:


Implementasi di kelas:

Mampu mengelola 7 aset yang ada untuk terciptnya kelas impian murid dan guru. Misalnya dengan aset kreativitas guru dalam menciptakan pembelajaran berpusat pada murid dengan memperhatikan minat dan bakat murid serta memperhatikan aset lingkungan sekitar yang dapat dioptimalkan sebagai sarana belajar sehingga tercipta sebuah pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan.

Implementasi di sekolah:
Pemimpin dapat memetakan aset yang ada dan dapat memanfaatkan aset tersebut secara optimal melalaui Aset-Based Community Development sehingga dapat mendukung visi, misi serta tujuan sekolah yang sudah ditetapkan.

Implementasi di masyarakat:
Mengelola aset yang ada disekitar sekolahyang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk membantu pencapaian visi, misi dan tujuan dari sekolah. Misalnya, di sekitar sekolah terdapat sentra pengarajin batik, kita dapat memanfaatkan aset tersebut dengan cara dijadikannya pengrajin tersebut menjadi guru tamu dalam pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan atau dalam kegiatan P5. Contoh lain, jika sekolah dekat dengan kantor kelurahan/kecamatan dapat dijadikan tempat siswa dalam belajar dunia politik misalnya mewawancarai petugas yang ada terkait tugas dan kewajibannya.

Jelaskan dan berikan contoh bagaimana hubungan pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas.

Ada kaitannya antara pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses
pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Sejatinya aset yang ada dalam mengembangkan dan memanfaatkan sebuah aset yang ada merupakan hal
satu kesatuan yang berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri dalam pemanfaatannya sehingga membantu mencapai proses pembelajaran murid yang berkualitas dan bermakna.

Sebagai gambaran contohnya sebagai berikut:
Misalnya dalam kegiatan Projek Pengembangan Profil Pelajar Pancasila (P5) tema
Bhineka Tunggal Ika dengan aktivitas mengenal agama yang ada di Indonesia. Situasinya dalam sekitar sekolah masyarakatnya beragam agama yaitu islam, Kristen dan katolik (modal agama) serta terdapat gereja dan masjid (modal fisik), melalui aset tersebut siswa dengan arahan guru (modal manusia) dapat mengamati secara langsung bagaimana mereka beribadah/ bertanya langsung ke pengurus masjid maupun gereja (modal sosial). Dari penjelasan tersebut menggambarkan adanya sinergi antara modal yang ada untuk mendukung pembelajaran yang lebih berkualitas dan lebih kontekstual.

Berikan beberapa contoh bagaimana materi ini juga berhubungan dengan modul lainnya yang Anda dapatkan sebelumnya selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.
Berikut ini saya paparkan keterkaitan modul 3.2 dengan modul sebelum sebelumnya:

Modul 1.1 Filosofi KHD
Filosofi KHD terkait anak memiliki kodrat alamnya sendiri hal ini sejalan dengan modul ini yaitu guru hendaknya dapat mengidentifikasi, memetakan serta mengoptimalkan aset yang ada pada murid untuk menunjang pembelajaran berkualitas.

Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak
Lima peran seorang Guru Penggerak (menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, mewujudkan kepemimpinan murid) dan 5 nilai guru Penggerak (mandiri, reflektif, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid), merupakamn sebuat aset dari seorang guru menjadi pemimpin pembelajaran yang diyakini dapat menuntun kodrat anak/ potensi anak berbasis potensi yang ada (Aset Based Approach).

Modul 1.3 Visi Guru Penggerak
Visi seorang guru penggerak dicapai melalui prakarsa perubahan yang diterapkan melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) yang mana mengutamakan/memaksimalkan keuatan diri yang kemudian dijabarkan dalam bentuk analisa B-A-G-J-A dengan mempertimbangkan 7 aset yang ada dan pendekatan berbasis aset.

Modul 1.4 Budaya Positif
Budaya positif yang berkembang disekolahan merupakan sebuah modal budaya yang dapat dikelola dan dikembangkan untuk mencapai visi, misi dan tujuan dari sekolah. Selain itu, dengan memahami aset yang dimiliki dalam budaya positif dapat dioptimalkan dengan berkolaborasi dengan komponen-komponen lainnya yang ada di sekolah, misalnya guru. Melalui berkolaborasi dengan guru, diharapkan guru sebagai salah satu modal manusia yang dapat menjadi panutan, inspirator dan role model dalam penerapan budaya positif yang ada di sekolah.

Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid
Perbedaan kodrat setiap anak mengartikan bahwa aset yang dimilik setiap murid itu berbeda-beda. Oleh karena itu guru dapat memfasilitasi aset yang dimiliki murid
dengan pembelajaran berdiferensiasi untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna bagi murid, hal ini selaras dengan pendekatan berbasis aset yang dijelaskan pada modul 3.2 ini.

Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional
Pemimpin yang memiliki kesiapan kompetensi sosial emosional akan memberikan dampat positif dalam mengelola aset yang ada dalam suatu komunitas. Misalnya, dengan memiliki kesadaran diri dan pengambil keputusan yang tepat akan mempermudah pemimpin dalam mengelola aset yang ada dengan bijak.

Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik
Melalui kegiatan coaching, membantui coachee untuk menggali dan menemukenali aset yang ada pada diri (pendekanan berbasi kekuatan) untuk dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin
Kemampuan seseorang dalam mengambil sebuah keputusan yang berbasi nilai-nilai kebajikan berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan strategi pemanfaatan aset yang ada. Pengambilan keputusan tersebut diharapkan mempertimbangkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 tahapan pengujian pengambilan keputusan. Melalui keputusan yang bertanggungjawab dan tepat dalam mengelola aset diharapkan dapat teroptimalkan aset yang ada secara efektif dan efisien.

Ceritakan pula bagaimana hubungan antara sebelum dan sesudah Anda mengikuti modul ini, serta pemikiran apa yang sudah berubah di diri Anda setelah Anda mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini.

Sebelum mempelajari modul 3.2 ini saya kurang jeli dalam mengidentifikasi, memetakan dan mengelola suatu aset dari suatu komunitas (sekolah). Saya sebatas mengidentifikasi dari sisi murid dan kekurangan dari sekolah sehingga saya merasa kesusahan ketika mengembangkan/mengelola aset yang ada karena pandangan saya saat itu yaitu DeficitBased Approach, namun setelah saya mempelajari modul 3.2 ini, pemikiran saya semakin terbuka untuk dapat menemukenali 7 aset yang ada dalam suatu sekolah (modal manusia, sosial, politik, agama dan budaya, fisik, lingkungan/alam, serta finansial) dan dikembangkan dengan sudut pandang Aset-Based Approach.






Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?


Filosofi Pratap Triloka yang diutarakan Ki Hajar Dewantara, khususnya ing ngarso sung tuladha memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang guru harus memberikan sebuah tauladan/ contoh praktik/perilaku baik kepada murid-muridnya. Oleh karena itu, dalam pengambilan sebuah keputusan guru hendaknya menerapkan Pratap Triloka ing madyo mangun karsa dimana keputusan yang diambil guru dapat membangun/membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya secara mandiri. Hal ini sejalan dengan Pratap Triloka tutwuri handayani, yakni guru menuntun kodrat anak menuju kebahagiaan. Dapat disimpulkan bahwa, guru hanya menuntun kodrat anak, agar dapat memperbaiki lakunya serta memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan terhadap masalahnya secara mandiri yang diarahkan sesuai dengan kekuatan/potensi yang ada pada diri anak.


Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Setiap individu saya yakini memiliki nilai-nilai yang tertanam pada diri masing-masing. Ketika seseorang memiliki nilai-nilai kebajikan universal akan membantu seorang individu tersebut dalam mengambil sebuah keputusan akan mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan universal yang berkaitan dengan dilemma etika yang dihadapinya, sehingga keputusan yang diambil akan membuahkan keputusan yang tepat dan tidak memihak kepada salah satu pihak.

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil?  Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaanpertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Mengulas kembali terkait coaching merupakan sebuah keterampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan menemukan pemecahan masalah secara sistematis dan mandiri tentunya. Konsep coaching TIRTA akan semakin sempurna jika dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil. Menurut saya coaching ini tidak terlepas dari kegiatan ketika seorang individu dalam mengambil sebuah keputusan.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola aspek sosial emosional pada dirinya akan sangat berpengaruh dalam pengambilan sebuah keputusan. Seorang guru yang memiliki kompetensi sosial emosional yang baik/seimbang maka dalam pengambilan keputusannya akan menghasilkan keputusan yang tidak berdasarkan emosi sesaat melainkan keputusan yang memberikan dampak baik/kenyamanan kepada pihak yang bersangkutan.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik yakni keberpihakan serta mengutamakan kepentingan murid dapat terwujud dari guru yang dapat memfasilitasi pembelajaran berpusat pada murid dan kodrat yang dimiliki murid. Guru mampu membuat racikan solusi dari nilai tersebut dengan tepat serta mampu membedakan yang dihadapi merupakan sebuah dilemma etikan ataukah bujukan moral.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Suatu keputusan yang diambil melalui proses pengambilan keputusan yang tepat akan memberikan dampak baik pada pihak yang bersangkutan dengan kasus tersebut. Selain itu, keputusan yang tepat juga akan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif karena dari keputusan tersebut mengandung/mendukung nilai-nilai kebajikan universal yang tentunya keputusan tersebut sebagai contoh/tauladan jika dihadapkan dilemma etika yang sesuai kasus tersebut.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Perubahan paradigma dan kebiasaan sekolah yang mendarah daging/turun temurun tanpa menganalisis hal positif serta negatif inilah yang menjadi sebuah tantangan dalam mengambil sebuah keputusan kasus-kasus dilema etika ini. Adapun contoh tantangan nyatanya yaitu, suatu sistem dimana guru terpaksa memilih pilihan yang salah atau kurang tepat dan tidak berpihak kepada murid, kurangnya komitmen antar warga sekolah.

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengambilan keputusan yang kita ambil selaku guru tentunya akan berpengaruh terhadap pengajaran yang kita berikan kepada murid kita. Hakikatnya pembelajaran hendaknya berpusat pada murid, oleh karena itu keputrusan yang kita mabil hendaknya sesuia dengan nilai-nilai kebajikan universal yang sejalan dengan keberpihakan pengajaran yang berpusat pada murid (memerdekakan murid). Selaku guru hendaknya dapat memberikan ruang gerak kepada murid untuk dapat mengeksplorasikan kemampuan diri yang dimiliki. Dengan demikian murid dapat belajar secara merdeka dan dapat belajar mengambil keputusan yang bertanggungjawab sesuai dengan keputusan yang mereka ambil. Disini tudgas seorang guru sebatas menuntun dan mengarahkan segala potensi yang dimiliki oleh murid.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seoarng pemimpin pembelajaran yang baik yaitu pemimpin yang dalam mengambil sebuah keputusan yaitu menghasilkan keputusan yang bertanggung jawab dan tentunya bijaksana yang memberi dampak positif/ pengaruh bagi kehidupan murid dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Selain itu, keputusan yang berpihak kepada murid/memerdekakan murid akan mberdampak bagi kehidupan murid menjadi murid yang kreatif, inovati serta berdaya saing karena murid terlatih secara mandiri dalam pengambilan sebuah keputusan yang bertanggungjawab.

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Guru merupakan seorang pemimpin pembelajaran yang mana sebuah pilar/motor dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, sebagai seoraang pemimpin pembelajaran harusnya dapat menyelaraskan Pratap Triloka KHD yang dilandasi dengan nilai-nilai dan peran guru penggerak dengan memedomani pembelajaran berpusat dengan murid sehingga terfasilitasinya pendidikan berdiferensiasi serta pembelajaran sosial emosional dan dilandasi dengan paradigma coaching dalam pengambilan sebuah keputusan yang bertanggung jawab.

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Dilema etika dan bujukan moral merupakn dua hal yang berbeda, dilema etika menekankan nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar dan bertentangan akantetapi bujukan moral situasi dimana seseorang harus membuat keputusan benar atau salah.

Adapun 4 paradigma pengambilan keputusan diantaranya:
1. Individu lawan kelompok (
individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (
justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (
truth vs loyality)
4. Jangka pendek lwan jangka panjang (
short term vs long term)
Prisnsip dalam pengambilan sebuah keputusan membatu kita dalam memfokuskan
keputusan yang akan kita ambil, diantaranya:
1. Berfikir berbasis hasil akhir (
End-Based Thinking)
2. Berfikir berbasis peraturan (
Rule-Based Thinking)
3. Berfikir berbasis rasa peduli (
Care-Based Thinking)
Dalam modul ini dijelasakan juga terdapat sembilan langkah dalam pengambilan dan
pengujian keputusan, diantaranya:
1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.
2. Mennentukan siapa yang terlibat dalam situasi.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
4. Pengujian benar-salah.
5. Pengujian paradigma benar lawan benar.
6. Melakukan prinsip resolusi.
7. Investigasi opsi trilema.
8. Buat keputusan.
9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Hal yang diluar dugaan saya yaitu dalam pengambilan sebuah keputusan memiliki sebanyak 9 langkah yang harus dijalankan agar terciptan keputusan yang bertanggung jawab dan bijaksana. Paradigma saya sebelum mempelajari modul ini, ketika mengambil sebuah keputusan hanya memikirkan dampak dari pihak yang terkait/lingkungan sekitar saja. Selain itu, istilah opsi trilemma ini yang memang istilah baru dan tidak terfikirkan pada diri saya bahwa diperlukan investigasi opsi trilemma ini dalam pengmabilan sebuah keputrusan ketika dihadapkan kasus dilemma etika.


Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum saya mempelajarai modul ini, saya pernah pada situasi pengambilan keputusan dilema etika. Namun dalam praktiknya saat itu saya sekedar mengambil sebuah keputusan dan mempertimbangkan dampak dari keputusan yang akan saya ambil saja. Namun setelah mempelajari odul ini, ternyata saya juga sudah mnerpakan beberapa komponen pengambilan keputusan meskipun masih jauh dari kata sempurna.

Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak mempelajari modul ini, semakin memberi gambaran dalam melakukan pengambilan keputusan selaku pemimpin pembelajaran sehingga menghasilkan keputusan yang bertanggungjawab dan bijaksana. Selain itu, dengan mempelajari modul ini menjadi bahan evaluasi diri dan refleksi diri saya akan keputusan yang pernah saya ambil sebelum mempelajari modul ini sebagai bahan perbaikan kedepannya.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Sangatlah penting mempelajari modul ini entah sebagai individu maupun sebagai seorang pemimpin agar menghasilkan sebuah keputusan yang bertanggung jawab dan bijaksana serta memberikan dampak baik terhadap lingkungan sekitar.




Pengertian Coaching dan Relevasinya dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Menurut Ki Hadjar Dewantara, sejatinya tujuan pendidikan adalah ‘menuntun’ segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang guru harus mampu menerapkan berbagai praktik baik. Praktik baik akan berjalan dengan efektif ketika guru memiliki banyak keterampilan/kemampuan dalam mendidik. Salah satu yang harus dimiliki adalah keterampilan dalam melakukan coaching.

 

International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai suatu bentuk kemitraan antara seorang pendamping (coach) bersama dengan klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari definisi ini, ada 3 kata kunci yang dapat diambil yaitu kemitraan (partnership), memberdayakan (empowering), dan optimalisasi.

 

Coaching memiliki peranan penting dalam guruan. Dengan metode ini, guru sebagai pemimpin pembelajaran ataupun pemimpin suatu instansi guruan, dapat mendorong peserta didik ataupun rekan sejawat untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan berpikir kreatif.

 

Peran Guru dalam Coaching

Pada prinsipnya guru yang berperan sebagai seorang coach harus menjalin komunikasi yang baik dengan rekan coachee-nya, melaksanakan percakapan yang membangun dengan orientasi kepada masa depan sehingga pada akhirnya coachee mampu membuat rencana terkait solusi yang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Seorang coach yang akan melaksanakan coaching, harus fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, dan memiliki kesadaran diri yang kuat.

 

Peran guru dalam coaching, berkaitan erat pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. Dalam materi pembelajaran berdiferensiasi, guru diminta untuk melakukan penyesuaian dalam memahami kebutuhan murid. Guru harus dapat memetakan kebutuhan belajar muridnya berdasarkan aspek kesiapan, minat, dan profil belajar. Guru dapat melakukan proses coaching kepada murid dengan dasar kebutuhan setiap murid sehingga guru dapat mengembangkan dan menggali potensi, minat, dan bakat anak secara optimal.

 

Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta membuat keputusan yang bertanggung jawab.  Pada pembelajaran sosial dan emosional, peran guru sebagai couch yakni menjadi relasi yang setara bagi murid yang dapat memberdayakan kemampuan murid lewat pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk menggali kekuatan diri yang dimiliki oleh murid untuk memahami masalah yang dialami dan secara mandiri dapat menemukan solusi/tindakan yang harus dilakukan agar masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan.

 

Keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran.

Sebagai pemimpin pembelajaran coaching perlu dilakukan sebagai bentuk supervisi akademik. Supervisi akademik dilakukan untuk mendorong guru meningkatkan kompetensinya, melaksanakan tugas mengajarnya dengan lebih baik dengan menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya, dan memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru. Supervisi akademik berkaitan erat dengan pembelajaran berkualitas, karena proses pembelajaran yang berkualitas memerlukan guru yang profesional, dan guru profesioanl dapat dibentuk melalui supervisi akademik yang efektif. Guru sebagai pelaku utama dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan profesionalitasnya melalui supervisi akademik sehingga tercapainya tujuan pembelajaran. Melalui supervisi akademik, refleksi praktis untuk penilaian unjuk kerja guru dapat dilaksanakan, kesulitan dan permasalahan dalam proses pembelajaran dapat diidentifikasi, informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dapat diketahui, dan program tindak lanjut untuk pengembangan profesionalisme guru dapat disusun (Kemendiknas, 2007). Dengan demikian supervisi akademik adalah bagian dari proses pengembangan profesionalisme guru agara semakin mampu menyediakan layanan belajar yang berkulitas bagi peserta didik.

 



Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD), pendidik adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Pemikiran KHD tersebut mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar bermakna. Kita merencanakan secara sadar pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya).

Sebelum mempelajari modul 2.2, saya berpikir bahwa dalam pembelajaran/pendidikan tidak terlalu mementingkan sisi sosial emosional, sehingga saya tidak terlalu peduli atau mencoba mencari tahu tentang konsep pembelajaran sosial emosional. Setelah mempelajari modul ini, ternyata ada banyak hal positif yang bisa saya terapkan sebagai seorang guru agar dapat menciptakan suasana belajar/lingkungan belajar yang lebih terasa aman dan menyenengkan. Dampak yang sangat besar saya rasakan langsung ketika mulai mempraktikan apa yang telah saya pelajari di modul ini.

Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being),  3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah:

Konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning (CASEL) yang menggunakan pendekatan yang sistimatis yang menekankan kepada pentingnya menciptakan lingkungan yang tepat serta terkoordinasi untuk menciptakan pembelajaran akademik, sosial, dan emosional semua murid. PSE ini bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Konsep kesadaran penuh (mindfulness). Konsep kesadaran penuh ini dapat dilakukan dengan Teknik STOP (Berhenti sejenak, ambil nafas dalam, amati sensasi pada tubuh, perasaan, pikiran dan lingkungan, selesaikan dan lanjutkan). Praktik kesadaran penuh ini memperkuat 5 Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang penerapannya mencakup ruang lingkup kelas, sekolah dan keluarga serta komunitas. Untuk PSE yang berkaitan dengan kelas dan sekolah dilakukan melalui 4 indikator, yaitu: pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, dan penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah.

Kesejateraan psikologis [well-being] yaitu; Suatu kondisi individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan diri. Dengan memahami ketiga hal tersebut penerapan kompetensi social emosional baik pada siswa maupun pada guru dapat terlaksana dengan baik. Karena pembelajaran social emosional merupakan suatu system yang saling terkait.

Perubahan yang akan saya terapkan di  kelas dan sekolah:


Bagi murid-murid:

Menerapkan 5 KSE dalam pembelajaran di kelas. Melakukan pengecekan keadaan sebelum pembelajaran dan di tengah-tengah pembelajaran. Memperkuat keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dengan kerja kelompok.


Menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah yang aman dan nyaman, tindak lanjut dari budaya positif disekolah dengan saling berempati melalui program ayo bahagia dan berani bicara.


"Ayo Bahagia!", saya mengajak, mempengaruhi, membiasakan anak untuk selalu bahagia: positive mental health mewujudkan well[1]being. Saya selalu menanyakan keadaan mereka di setiap awal dan akhir pembelajaran dengan pertanyaan sederhana, "Apakah kalian bahagia hari ini? Apa yang membuatmu bahagia? Bagi yang sedang merasa tidak bahagia, maka berbahagialah, cari kebahagianmu. Yang sedang bahagia, berbagilah kebahagianmu dengan teman-temanmu. Ayo kita sama-sama bahagia!". Dengan beberapa pertanyaan dan pernyataan tersebut, saya berharap, baik saya dan mereka, bisa saling memahami kondisi satu sama lain, memiliki koneksi, dan dapat saling berempati. Anak merasa lebih dekat dan nyaman saat pembelajaran. Setidaknya mereka merasa tidak terbebani apalagi tertekan saat mengikuti pelajaran. Saya ingin membebaskan mereka dari rasa takut, baik takut meyampaikan gagasan, takut gagal, takut salah, takut ditertawakan, dan ketakutan-ketakutan lainnya. Saya ingin dengan hati bahagia mereka bisa lebih ekspresif, berani mencoba, berani mengeksplor kemampuan, dan tentunya berani bersaing secara sehat.


Bagi rekan sejawat:

Menjadi teladan (menyadari tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik, Menerapkan teknik STOP dalam menajemen diri, datang ke sekolah tepat waktu, Menerapkan budaya 5S (senyum, sapa, salam, sopan dan santun), Bekerjasama dengan semua komunitas di sekolah, bersikap peduli terhadap lingkungan sekitar, menerapkan teknik POOCH dalam pengambilan keputusan.


Belajar dan berkolaborasi dengan mengagendakan sesi berbagi praktik baik. Belajar mengelola emosi dengan teknik STOP dan mindfulnees. Belajar mempertimbangkan pandangan atau pemikiran orang lain. Belajar mengidentifikasi masalah dan mencari solusi terbaik sesuai dengan informasi data dan fakta yang diperoleh, serta penerapan POOCH. Diakhiri dengan pembuatan jurnal reflesksi di setiap kegaitan.


Integrasi Kompetensi Sosial Emosional dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1) Kegiatan pembukaan yang ramah, memberikan kesempatan pada murid untuk berbicara dan mendengarkan aktif, menambah interaksi akan menumbuhkan salah satu Kompetensi Sosial Emosional. 2) Kegiatan inti yang melibatkan murid, diskusi, pembelajaran kooperatif, project-based learning, refleksi diri dan penilaian diri. 3) Kegiatan penutupan dengan refleksi, apresiasi, dan cara positif untuk memperkuat pembelajaran.


Pembelajaran sosial-emosional merupakan langkah menuju tercapainya kesejahteraan anak, sehingga terwujud sekolah yang nyaman sesuai sesuai dengan filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara yakni menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Selain itu, guru penggerak yang memiliki nilai- nilai (berpihak pada murid, mandiri, inovatif, kolaboratif, dan reflektif) dapat mewujudkan pembelajaran sosial emosional pada murid melalui perannya dengan mewujudkan kepemimpinan murid. Guru juga bisa mewujudkan visi murid yang diharapkan yaitu membentuk karakter murid yang beriman, mandiri, kreatif, bahagia sehingga terwujud profil pelajar Pancasila. Dengan mengintegrasikan ke 5 KSE, guru dapat mengenali dan memahami emosi- emosi yang muncul sehingga mampu menerapkan disiplin positif individu. Dengan PSE guru dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar murid untuk menentukan strategi pembelajaran berdiferensiasi yaitu diferensiasi konten, proses, dan produk guna mewujudkan merdeka belajar.




Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid


FACTS (Peristiwa)

(Rabu, 8 Februari 2023) Melaksanakan Tes Awal Paket Modul 2 untuk mengawali kegiatan guru penggerak Modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid.


(Rabu-Jumat, 8-13 Februari 2023)Melaksanakan pembelajaran pada LMS :

2.1.a.3. Mulai dari Diri : melaksanakan refleksi mandiri terkait penanganan keberagaman murid dalam pembelajaran.

2.1.a.4. Eksplorasi Konsep : melaksanakan eksplorassi konsep terkait modul 2.1 Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid dengan menuliskan note maupun pertanyaaan terhadap materi yang disajikan. Selain itu juga menuliskan pembelajaran berdiferensiasi dalam diagram frayer.


(Kamis, 9 Februari 2023) Melaksanakan Pendaampingan Individu kedua oleh PP Ibu Parjiyati sekaligus melaksanakan Diskusi Visi Perubahan Sekolah.


(Sabtu, 11 Februari 2023) Lokakarya 2 Guru Penggerak di SMKN 3 Klaten. Pada kegiatan lokakarya ini membahas terkait Prakarsa perubahan, segitiga restitusi, keyakinan kelas.


(Selasa-Rabu, 14-15 Februari 2023) Ruang kolaborasi 2.1.a.5 menganalisa kasus terkait pembelajaran berdiferensiasi pada kasus Pak Dharmawan selaku Guru SD bersama teman CGP satu kelompok. Pada hari berikutnya mempresentasikan hasil diskusi, di sini saya selaku bertugas sebagai penjawab soal.


(Kamis-Jumat, 16-17 Februari 2023) Menyusun Demonstrasi Kontekstual yang terdapat pada LMS 2.1.a.6 terkait Modul Ajar Pembelajaran Diferensiasi untuk kelas IV. Di sini saya menyusun RPP Bahasa Indonesia Materi Karya Tulis Ilmiah


(Senin, 20 Februari 2023) Menyusun Koneksi Antarmateri yang terdapat pada LMS 2.1.a.8. Disini saya menyusun koneksi antarmateri modul 2.1 terhadap modul 1 dalam bentuk info grafis.


Selama 2 minggu mempelajari modul 2.1- "Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid" memberikan pengetahuan baru pada diri saya. Saya mengetahui bagaimana seorang guru dalam memfasilitasi pembelajaran berdiferensiasi. Selain itu, saya memahami faktor-faktor yang diperlukan dalam menyusun modul ajar berdiferensiasi.


Diawal mempelajari modul 2.1 saya memang mengalami kesulitan terkait apa itu pembelajaran berdiferensiasi, awalnya saya menganggap bahwa dalam menyusun pembelajaran berdiferensiasi terlalu sulit karena harus mewadahi semua kesiapan belajar murid. Namun setelah memperlajari modul ini hingga selesai, saya mengetahui dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi terdapat strateginya yaitu strategi konten, proses dan produk.


FEELINGS (Perasaan)


Persaaan yang saya rasakan selama dua minggu pembelajaran di antaranya:


Tertarik untuk mempelajari pembelajaran berdiferensiasi beserta strategi penerapannya. Setelah menyelesaikan penugasan pada Demonstrasi Kontekstual, saya merasa tertarik untuk selalu menyusun modul ajar yang berasaskan pembelajaran berdiferensiasi.


Kagum ketika dapat sharing tentang pemecahan kasus dengan Faslitator dan teman-teman CGP lainnya di Ruang Kolaborasi. Selain itu, penguatan pada akhir sesi oleh PP Budi Setyo Utama menambah semangat dalam menjalankan penugasan-penugasan selanjutnya.


Semakin yakin dapat menerapkan pembelajaran diferensiasi dalam pembelajaran.


Gembira bertambah ketika mendapatkan penegasan terkait modul 2.1 oleh Instruktur  pada sesi Elaborasi.


Pembelajaran yang saya peroleh selama dua minggu ini di antaranya:


Mengenali dan memahami pembelajaran berdiferensiasi beserta aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam emmenuhi kebutuhan belajar murid.


Mengembangkan kemampuan untuk menyusun modul ajar dengan prinsip berdiferensiasi.


Memberikan pengetahuan baru terkait strategi pembelajaran berdiferensiasi beserta lingkungan belajar yang mendukungya.


Menambah wawasan terkait asesmen yang dapat diterapkan dalam pembelajaran berdiferensiasi dalam pembelajaran.


FUTURE (Penerapan)


Penerapan/tindakan yang bisa saya lakukan setelah melalui pembelajaran selama dua minggu ini diantaranya:


Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dalam kelas yang saya ampu.


Mengembangkan lagi berbagai variasi pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai dengan kelas yang saya ampu melalui studi literatur maupun sharing praktik baik sesama guru yang telah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.









Modul 2.1 berisi tentang pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan usaha guru untuk menyesuaikan kegiatan pembelajaran di kelas dengan memenuhi kebutuhan belajar siswa. Menurut Tomlinson, dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar siswa. Pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti guru melakukan pembelajaran dengan cara yang berbeda pada setiap anak, bukan melakukan pembelajaran yang mengelompokkan siswa pintar dengan pintar dan sebaliknya. Tetapi pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang dibuat oleh guru yang berorientasi pada kebutuhan murid.


Strategi diferensiasi yang dapat dilakukan guru berdasarkan tiga pemetakan kebutuhan murid: 1) Diferensiasi Konten, konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid. Konten dibedakan sebagai tanggapan terhadap tingkat kesiapan, minat, atau profil berlajar murid yang berbeda, atau bisa juga berupa kombinasi ketiga kenbutuhan murid. 2) Diferensiasi Proses, proses murid memahami, memaknai informasi/materi yang dipelajari. Setelah diadakan pemetakan kebutuhan murid, guru perlu memikirkan agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui skenario pembelajaran. Cara melakukan diferensiasi proses, antara lain kegiatan berjenjang, menyediakan pertanyaan pemandu sesuai dengan minat, membuat agenda individual, emvariasikan lama waktu yang murid dapat ambil untuk menyelesaikan tugas, mengembangkan kegiatan bervariasi yang mengakomodasi ragam gaya belajar (visual, audotori, kinestetik), menggunakan pengelompokkan yang fleksibel yang sesuai dengan kesiapan, kemampuan, dan minat. 3) Diferensiasi Produk, berkaitan dengan tagihan murid, berupa produk hasil pekerjaan/unjuk kerja murid. Produk sesuatu yang berwujud, dapat berupa rekaman, gambar, video, tulisan, dll. Ada dua hal dasar diferensiasi produk yaitu memberikan tantangan dan keragaman/variasi dan memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan.


Pembelajaran berdiferensiasi hendaknya dapat mewujudkan tujuan pendidikan untuk menuntun segala kodrat alam, kerana dalam pembalajaran disusun berdasarkan kebutuhan/potensi murid. Selain itu, dalam menyusun pembelajaran berdiferensiasi guru harus dapat menerapkan nilai dan peran guru penggerak agar terciptanya pembelajaran berdiferensiasi yang berfokus pada murid. Pembelajaran tersebut merupakan salah satu langkah dalam mewujudkan prakarsa perubahan yang ditetapkan dari visi yang telah disepakati bersama sehingga pembelajaran berdiferensiasi ini diharapkan menjadi pembiasaan positif (budaya positif).







Latar Belakang

Pembelajaran di sekolah akan berlangsung dengan baik jika didukung penerapan budaya positif. Dengan budaya positif, akan terwujud pembelajaran yang berpihak kepada siswa sehingga siswa bisa belajar dengan aman, nyaman, dan menyenangkan.  Untuk mendukung terwujudnya budaya positif di sekolah perlu adanya kerjasama dan pemahaman dari berbagai pihak mengenai konsep-konsep budaya positif. Di SMAN 1 Cawas belum semua guru paham tentang konsep-konsep budaya positif tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penguatan budaya positif salah satunya GLS di SMAN 1 Cawas dengan memberikan pemahaman kepada semua pihak yang ada di SMAN 1 Cawas.


Tujuan

Tujuan dari aksi nyata ini adalah menguatkan budaya positif sekolah yang sudah ada yaitu GLS sehingga lebih maksimal dan memberikan dampak yang semakin baik bagi perkembangan kemajuan sekolah dengan terwujudnya warga sekolah yang literat dan menghasilkan peserta didik yang unggul secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik.


Tolok Ukur

  • Tolok ukur keberhasilan kegiatan ini adalah:
  • Guru memahami konsep-konsep budaya positif.
  • Adanya produk budaya positif berupa karya-karya kreatif anak dan guru.

Linimasa Tindakan yang Akan Dilakukan

  • Membuat perencanaan kegiatan. 
  • Berkonsultasi dengan kepala sekolah.
  • Bekerja sama guru mata pelajaran.
  • Melaksanakan presentasi/sosialisasi.
  • Refleksi kegiatan.

Dukungan yang Dibutuhkan

  • Dukungan berupa izin pelaksanaan kegiatan dari kepala sekolah.
  • Dukungan dari rekan sejawat/guru.

Deskripsi Aksi Nyata

Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan dan merencanakan kegiatan aksi nyata. Pada hari Senin, tanggal 30 Januari 2023, CGP berkomunikasi dan menyampaikan rencana kegiatan aksi nyata kepada Kepala Sekolah tentang sosialisasi budaya positif dengan melakukan diseminasi kepada rekan-rekan guru. Setelah mendapatkan izin dari Kepala Sekolah, CGP mempersiapkan rencana tindakan. Pertama adalah kegiatan pembuatan keyakinan kelas yang dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 31 Januari 2023 dan yang kedua menyusun persiapan kegiatan pengimbasan, meliputi pembuatan materi diseminasi dan yang dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 2 Februari 2023. Materi yang disampaikan oleh CGP pada diseminasi tersebut adalah materi Modul 1.4 tentang Budaya Positif, antara lain Disiplin Positif, Budaya Positif, Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi, 5 Posisi Kontrol Guru, dan Segitiga Restitusi. Kepala Sekolah beserta rekan guru sangat mengapresiasi dengan kegiatan diseminasi tersebut dan setelah mengikuti kegiatan seminar, rekan-rekan guru merasa senang dan bersemangat karena mendapatkan pengalaman dan pemahaman mengenai konsep-konsep budaya positif serta antusias untuk mengimplementasikannya di sekolah.

Dokumentasi Diseminasi :






Septin Gis Ferdiana, S.Pd. | CGP Angkatan 7

SMA Negeri 1 Cawas


VISI GURU PENGGERAK


Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD), antara lain:
Sistem Among : Menegaskan sistem among. Artinya, menuntun peserta didik membangun skill/kemampuan agar berdaya guna, mampu mengembangkan cipta, rasa, dan karsa yang seimbang. Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayaniKodrat Alam dan Kodrat Zaman : Tidak menyeragamkan hal-hal yang tak perlu atau tak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan kehidupan peserta didik serta masyarakat satu dengan yang lain harus menjadi perhatian, diakomodasi, difasilitasi. Tetap terbuka pada kemajuan adab, namun perlu kewaspadaan, perlu adanya penyelarasan, dan tetap menghargai tradisi budaya bangsa sendiri. Student Center : Memberikan pendidikan dengan dasar kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dengan berpusat pada peserta didik (student centered learning). Budi Pekerti : Keselarasan/keseimbangan hidup peseta didik. Ngerti artinya mengerti (kognitif), ngerasa artinya merasa (afektif), nglakoni artinya melakukan (psikomotorik).

Nilai dan Peran Guru Penggerak, antara lain:



Modul 1.3 mempelajari mengenai Visi Guru Penggerak. Bandura menyatakan Visi adalah representasi kognitif mengenai gambaran masa depan. Visi dapat dikatakan sebagai sebuah imajinasi. Einstein mengatakan bahwa imajinasi merupakan tahap kecerdasan yang sebenarnya. Imajinasi menstimulasi adanya kemajuan dan melahirkan evolusi. Visi merupakan hal fundamental yang perlu dimiliki. Visi berbasis pada kekuatan kata untuk menggerakkan hati, menyemangati, menguatkan untuk melangkah maju secara kolaborasi.

Visi ibarat melihat sebuah lukisan lengkap pada kanvas yang masih kosong. Visi juga bagaikan bintang penunjuk arah yang memandu penjelajah mencapai tujuan. Visi itu sesuatu yang belum terjadi terkait masa depan. Maka visi juga dapat dianggap buah kreativitas manusia. Seorang guru penggerak harus memiliki visi yang dapat diwujudkan dengan melakukan perencanaan penerapan tahapan BAGJA Prakarsa Perubahan, yaitu: Define (B-uat pertanyaan utama), Discover (A-mbil pelajaran), Dream (G-ali mimpi), Design (J-abarkan Rencana), Deliver (A-tur eksekusi). 

Ki Hadjar Dewantara mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, diri anak perlu merdeka dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah. Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020). Setiap bagian dalam dimensi profil pelajar Pancasila terbagi ke dalam elemen dan sub elemen. Dalam menyusun visi yang berpihak kepada murid, guru perlu menyelaraskan visi dengan dimensi profil pelajar Pancasila. Oleh karena itu, guru penggerak perlu membuat visi yang berpihak pada murid yang mampu mencerminkan nilai dan peran guru penggerak, serta mewujudkan profil pelajar Pancasila.





Septin Gis Ferdiana, S.Pd. | CGP Angkatan 7
SMA Negeri 1 Cawas



“Salam dan bahagia, berarti selamat lahirnya, dan bahagia batinnya, dicapai dengan kecukupan sandang pangan keperluan jasmaniah dan bebas merdeka jiwanya, bebas dari gangguan lahir dan gangguan batin, bebas dari rasa ketakutan.” Ucapan salam tersebut merupakan salam yang diajarkan pada perguruan Tamansiswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara. Salam yang dapat menjadi dasar perubahan bagaimana cara pandang dan aksi kita sebagai guru dalam mengajar.


Peristiwa :
Seorang guru harus menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia, dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan.

Menjadi guru penggerak guru diharapkan mampu untuk memahami nilai-nilai dan peran sebagai pemimpin pembelajaran, serta agen perubahan demi pencapaian merdeka belajar dan terwujudnya profil pelajar pancasila. Terdapat lima nilai yang harus terpatri dalam jiwa seorang penggerak, antara lain mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada peserta didik.


Perasaan:
Semakin tertantang untuk menjadi seorang guru yang merdeka yang dapat memerdekakan anak didik.


Pembelajaran:
Ke depan, saya harus lebih bijak dalam memperlakukan anak. Memberikan palayanan setulus hati sesuai kebutuhan setiap anak. Senantiasa mengutamakan kepentingan dan kebutuhan perkembangan peserta didik  agar tercapai kemerdekaan belajar. Selalu memberi kesempatan peserta didik untuk mengeksplorasi kemampuan, pengetahuan, dan potensi diri. Senantiasa membangun hubungan kerja yang positif terhadap murid, rekan, dan pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Senantiasa menemukan ide-ide atau  gagasan baru yang efektif dan efisien tentang metode,  media, dan suasana pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. Hal ini sebagai perwujudan dari hasil teliti mengamati peluang lingkungan sekitar. Senantiasa mendorong diri sendiri  untuk melakukan aksi serta mengambil tanggung jawab  atas segala hal  yang terjadi. Bersikap mandiri juga berarti mampu mendorong diri sendiri untuk bergerak  melakukan inovasi dan perubahan. Senantiasa melihat sisi positif setiap saran dan kritik untuk memperbaiki kualitas kerja. Guru tidak boleh merasa puas terhadap pembelajaran yang dilakukan. Guru berani jujur mengakui kekurangan dirinya dalam pembelajaran.


Penerapan ke depan (Rencana):
Tujuan Pendidikan tidak hanya berhenti pada tuntasnya kita menyelesaikan materi dan aktivitas belajar yang disediakan pada LMS. Kita harus memiliki rencana tindak lanjut dari hasil pendidikan tersebut. Adapan rencana yang saya susun ke depan antara lain sebagai berikut.

  1. Saya akan terus melakukan pengembangan diri untuk meningkatkan profesionalisme saya sebagai seorang pendidik, meskipun dilakukan secara mandiri.

  2. Saya akan sering berdiskusi dengan teman MGMP sekolah untuk menyusun rancangan pembelajaran yang berpihak pada siswa dan menyenangkan.

  3. Saya akan melakukan kolaborasi dengan guru mata pelajaran lain dalam melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa, sehingga siswa tidak merasa terbebani dengan banyaknya tugas dari guru.