KONEKSI ANTARMATERI MODUL 2.3
Pengertian Coaching dan Relevasinya
dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hadjar Dewantara,
sejatinya tujuan pendidikan adalah ‘menuntun’ segala kodrat yang ada pada
anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam
mencapai tujuan tersebut, seorang guru harus mampu menerapkan berbagai praktik
baik. Praktik baik akan berjalan dengan efektif ketika guru memiliki banyak
keterampilan/kemampuan dalam mendidik. Salah satu yang harus dimiliki adalah
keterampilan dalam melakukan coaching.
International Coach Federation (ICF)
mendefinisikan coaching sebagai suatu bentuk kemitraan antara seorang
pendamping (coach) bersama dengan klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi
pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan
mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari definisi ini, ada 3 kata
kunci yang dapat diambil yaitu kemitraan (partnership), memberdayakan (empowering),
dan optimalisasi.
Coaching memiliki peranan penting
dalam guruan. Dengan metode ini, guru sebagai pemimpin pembelajaran ataupun
pemimpin suatu instansi guruan, dapat mendorong peserta didik ataupun rekan
sejawat untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan berpikir kreatif.
Peran Guru dalam Coaching
Pada
prinsipnya guru yang berperan sebagai seorang coach harus menjalin komunikasi
yang baik dengan rekan coachee-nya, melaksanakan percakapan yang membangun
dengan orientasi kepada masa depan sehingga pada akhirnya coachee mampu membuat
rencana terkait solusi yang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Seorang
coach yang akan melaksanakan coaching, harus fokus pada
coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap
terbuka dan ingin tahu, dan memiliki
kesadaran diri yang kuat.
Peran guru
dalam coaching, berkaitan erat pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran
sosial emosional. Dalam materi
pembelajaran berdiferensiasi, guru diminta untuk melakukan penyesuaian dalam
memahami kebutuhan murid. Guru harus dapat memetakan kebutuhan belajar muridnya
berdasarkan aspek kesiapan, minat, dan profil belajar. Guru dapat melakukan
proses coaching kepada murid dengan dasar kebutuhan setiap murid sehingga guru
dapat mengembangkan dan menggali potensi, minat, dan bakat anak secara optimal.
Pembelajaran
sosial dan emosional bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan
kemampuan untuk mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif,
merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, membangun dan
mempertahankan hubungan yang positif serta membuat keputusan yang bertanggung
jawab. Pada pembelajaran
sosial dan emosional, peran guru sebagai couch yakni menjadi relasi yang
setara bagi murid yang dapat memberdayakan kemampuan murid lewat
pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk menggali kekuatan diri yang dimiliki oleh
murid untuk memahami masalah yang dialami dan secara mandiri dapat menemukan
solusi/tindakan yang harus dilakukan agar masalah yang dihadapinya dapat
diselesaikan.
Keterampilan
coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran.
Sebagai pemimpin pembelajaran coaching perlu dilakukan sebagai bentuk supervisi akademik. Supervisi akademik dilakukan untuk
mendorong guru meningkatkan kompetensinya, melaksanakan tugas mengajarnya
dengan lebih baik dengan menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya, dan
memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan
tanggung jawabnya sebagai guru. Supervisi akademik berkaitan erat dengan
pembelajaran berkualitas, karena proses pembelajaran yang berkualitas
memerlukan guru yang profesional, dan guru profesioanl dapat dibentuk melalui
supervisi akademik yang efektif. Guru sebagai pelaku utama dalam proses
pembelajaran dapat ditingkatkan profesionalitasnya melalui supervisi akademik
sehingga tercapainya tujuan pembelajaran. Melalui supervisi akademik, refleksi
praktis untuk penilaian unjuk kerja guru dapat dilaksanakan, kesulitan dan
permasalahan dalam proses pembelajaran dapat diidentifikasi, informasi mengenai
kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dapat diketahui, dan
program tindak lanjut untuk pengembangan profesionalisme guru dapat disusun
(Kemendiknas, 2007). Dengan demikian supervisi akademik adalah bagian dari
proses pengembangan profesionalisme guru agara semakin mampu menyediakan
layanan belajar yang berkulitas bagi peserta didik.
0 $type={blogger} :
Post a Comment